Kamis, 10 September 2009

Membangun Jiwa Profesionalisme Calon Guru Dalam Menghadapi Tantangan Zaman

solagracia-mardhawani-civic
MEMBANGUN JIWA PROFESIONALISME DIRI CALON GURU DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ZAMAN Oleh: Mardawani S. Pd

Abad 21 sebagai abad postmodern menuntut setiap orang untuk memiliki kompetensi atau kemampuan profesional pada bidangnya masing-masing, tidak terkecuali kita selaku calon guru atau guru pada umumnya. Bahkan para ahli mengatakan abad 21 sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan manusia. (Lihat:Trilling dan Hood, 1999). Abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar dampaknya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen dan masyarakat, serta perubahan pola hubungan antar mereka. Lebih lanjut, dikemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan manusia yang berkompetensi dan berdaya saing untuk hidup dan kerja bagi masyarakat. Tantangan abad ini mau tidak mau akan memaksa kita untuk senantiasa mengembangkan diri untuk mampu mengimbangi arus globalisasi tersebut. Dengan perkataan lain tuntutan profesionalisme seseorang sangat diperlukan di era sekarang.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan layaknya seorang pekerja profesional.
Dalam abad 21 ini tuntutan kemajuan semakin tinggi tingkatanya, persoalan kehidupan masyarakat semakin kompleks. Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan spiritual. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional. Terlebih bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan, saat ini tantangan kita cukup berat sesuai dengan motto utama Pendidikan Kewarganegaraan membentuk insan indonesia ”Smart and Good Citizens” tidak mudah kita wujudkan tanpa kemampuan profesionalisme yang memadai. Tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan moral sosial politik dan masyarakat baik ditingkat lokal, maupun nasional. Hasilnya adalah dalam masyarakat demokratis kemungkinan mengadakan perubahan sosial akan selalu ada, jika warga negaranya mempunyai pengetahuan, kemampuan dan kemauan untuk mewujudkannya. Partisipasi warga negara dalam masyarakat demokratis, harus didasarkan pada pengetahuan, refleksi kritis dan pemahaman serta penerimaan akan hak-hak dan tanggung jawab. Partisipasi semacam itu memerlukan (1) penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu, (2) pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris, (3) pengembangan karakter atau sikap mental tertentu, dan (4) komitmen yang benar terhadap nilai dan prisip fundamental demokrasi. Dalam civic education juga didalamnya mengembangkan tiga komponen utama yang harus dimiliki oleh warga negara, yakni: pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge); kecakapan kewarganegaraan (civic skills); dan watak-watak kewarganegaraan (civic dispositions).
Tanggungjawab guru untuk membentuk warga negara yang baik adalah cikal bakal lahirnya generasi yang mampu menghadapi tantangan zaman. Untuk itu jelas disini bahwa guru dituntut memiliki kemampuan profesionalisme. Tanggung jawab membentuk warga negara yang baik sebenarnya bukan hanya beban guru PKn, tetapi merupakan tanggung jawab semua komponen bangsa Indonesia.
Bila kita menilik kembali berkaitan dengan hal tersebut profesionalisme bukan sesuatu yang datang dan terbentuk dengan sendirinya. Prefesionalisme muncul lewat proses yang tidak mudah, sesorang tidak akan mungkin menjadi seorang pendidik yang profesional apabila ia tidak pernah memupuk dirinya sebagai pribadi yang berkualitas sejak dini. Membentuk diri menjadi sesorang yang profesional membutuhkan kreativitas diri terhadap berbagai kegiatan hingga menjadi mahasiswa/i plus sejak dibangku kuliah. Di masa mahasiswa kita dapat mulai memupuk diri agar kelak menjadi seorang yang profesional. Menjadi mahasiswa/i plus yang dapat memanajemen diri dengan baik adalah suatu hal yang mudah kedengarannya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanakannya. Setidaknya dari pengalaman orang-orang yang sukses menjadi guru yang profesional, saya menyimpulkan ada beberapa hal yang perlu dimanajemen dengan baik oleh seorang calon guru untuk sukses, antara lain adalah sebagai berikut :
1.Waktu ; manajemen waktu sangat penting untuk diperhatikan bila mana kita dihadapkan dengan keterbatasan waktu, dibangku kuliah waktu tatap muka sangat terbatas sekali yang berarti cukup banyak waktu luang. Justru waktu itulah yang menentukan keberhasilan seorang mahasiswa/i. Karena tidak sedikit orang yang salah memanfaatkan waktu yang semestinya dimanfaatkan secara efektif untuk menyelesaikan tugas-tugas, menambah ilmu, atau kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat menambah keterampilan dirinya malahan terbuang begitu saja. Disinilah manajemen diri sangat diperlukan.
2.Pengeluaran ; manajemen pengeluaran berkaitan dengan bagaimana kita dapat mengatur keuangan yang tersedia, sebab alokasi uang yang sudah ditentukan akan memperlancar proses kegiatan seorang mahasiswa/i. Apabila keuangan yang dimiliki tidak tersedia mencukupi tidak masalah apabila seorang mahasiswa mencari tambahan sumber dana asalkan tidak menganggu tugas utama untuk belajar, misalnya menjadi guru les, menulis artikel di koran atau majalah, mencari pekerjaan paroh waktu, dan sebagainya.
3.Pergaulan ; manajemen pergaulan adalah penting, apalagi hampir 85% mahasiswa berada di kota lain untuk melanjutkan study. Tidak jarang seorang mahasiswa gagal membangun pergaulan yang baik, misalnya jatuh pada pergaulan bebas, obat-obatan terlarang, atau hanya menghabiskan waktu untuk pergaulan dan mengabaikan tugas utama sebagai mahasiswa. Ini jelas tidak akan terjadi jika kita memiliki manajemen pergaulan yang benar. Bahkan sebenarnya pergaulan itu cukup membantu kesuksesan seseorang jika dimanajemen dengan baik. Dunia kampus memang penuh warna, para mahasiswanya datang dari berbagai penjuru lndonesia, dengan latar belakang keluarga dan budaya yang berbeda. Ada yang baik tentunya ada juga yang buruk. Oleh karena itu, diperlukan strategi dalam memilih dan memilah kawan dekat.
4.Perilaku ; manajemen perilaku ini sangat diperlukan oleh seorang mahasiswa terutama mahasiswa Pkn, tantangan menjadi guru pendidikan moral adalah tanggungjawab yang mencakup sikap dan perilaku. Tidak hanya penguasaan ilmu dan pengetahuan secara teoritis, profesionalisme guru moral juga ditentukan oleh sikap dan perilaku yang mencerminkan moral pribadinya. Tidak sedikit calon guru pendidikan moral sendiri gagal dalam menampilkan perilaku yang baik di tengah kehidupannya di masyarakat.
Selain itu, banyak kegiatan yang yang dapat diikuti sebagai ajang membentuk diri menjadi seorang pribadi profesional. Misalnya isi diri dengan ilmu, iman, dan keterampilan. Yang kemudian saya jabarkan menjadi sebagai berikut:
a.Isi diri dengan Intellegent Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spiritual Quotient (SQ) secara seimbang.
b.Bangun niat untuk selalu mengabdikan diri, senantiasa jadikan kritik dan saran sebagai alat menuju penyempurnaan diri.
c.Bekerja keras dan jangan mudah menyerah untuk selalu maju dari ketertinggalan.
d.Menjadi “pelayan” yang baik bagi semua orang serta selalu berpikiran kritis dalam menghadapi berbagai masalah.
e.Menanamkan disiplin diri (self dicipline) dalam ketepatan waktu dan tempat dimana kita harus memposisikan diri.
f.Berani merubah paradigma dari paradigma lama yang memandang belajar sebagai alat mencapai sesuatu, kepada paradigma baru yang memandang belajar sebagai kebutuhan atau konsep “belajar sepanjang hayat”
g.Tidak hanya menguasai ilmu yang diajarkannya, tetapi juga menguasai ilmu-ilmu penting yang menjadi nilai plus bagi guru, misalnya mempelajari bahasa asing, menguasai IPTEK/TI (dunia komputer dan internet), dan kreativitas lainnya sesuai kemampuan yang ada pada guru tersebut. Dua kegiatan yang tak boleh terlupakan untuk dikembangkan oleh guru, yaitu menulis dan meneliti, sehingga memacu guru akan terus membaca dan melakukan refleksi pada setiap kegiatan pembelajaran.
h.Calon guru dan guru harus mempunyai sifat tegas, jujur, adil, bijaksana serta memenuhi hak dan kewajiban secara selaras, dan memprioritaskan kepentingan orang banyak.
i.Serta kegiatan-kegiatan positif lainnya, yang tidak penulis jabarkan secara detil pada bagian ini.

« Rekan-rekan ku seperjuangan, para guru dan calon guru bahwa pada hakikatnya jiwa profesional memang tidak dimiliki semua orang, tetapi mulailah dari diri sendiri untuk belajar menjadi seorang yang profesional sejak dini«
(Dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"hadir bukan karena kesempurnaan,tetapi eksis karena sebuah keinginan"