Selasa, 05 Mei 2009

cerpen untuk someone


BUKAN UNTUK DIKA


Bangunan sederhana itu dulu sudah disulap menjadi pusat hiburan termewah di kota ini. Akh… andai saja bukan karena pekerjaan mungkin Syela tidak akan terdampar disini…
“selamat tingal Syela…” sebuah kata yang masih terpatri dalam memory, meski sudah 3 tahun berlalu…
“Syel kamu sakit? Kalau sakit kita istirahat saja,” Yudha mengagetkan aku dari lamunan,
“Aa..apa?” jawabku sedikit gugup.” Kita pulang saja, Yudha menghampiri. Sepertinya Yudha menyadari apa yang terjadi dengan aku. Sekilas tentang Yudha, dia adalah sahabat terbaik kami. Yudha-lah orang pertama yang tahu tentang hubungan kami. Aku berhutang budi kepadanya. Terakhir sejak perpisahan aku dan Dika, Yudha-lah sahabat yang selalu hadir dalam kesendirianku…menemaniku mengisi hari-hari berlalu.
“Syela, bulan depan aku wisuda”
”O...ya…? Selamat ya sobat!” jawabku sambil mengulurkan tangan. ”Syel… bukan itu sebenarnya yang ingin ku sampaikan, tapi aku mau sampaikan bahwa Dika ada di kota ini.
“Aku tahu Yudh…” jawabku ketus. Kemarin Dika datang kerumahku. “Dika sangat menyesal telah meninggalkanmu…”
“Akh sudahlah Yudh, aku sudah lama mengubur dalam-dalam kenangan tentang Dika, buatku 3 tahun lalu adalah hari terakhir, ya terakhir aku sudah lama menguburnya jauh di kedalaman hati, tentang “cinta”… ya aku tidak mengenalnya… “Yudh, maafkan aku, aku sudah putuskan mengabdikan hidup pada masa lalu…”
Tiba-tiba pembicaraan aku dan Yudha terhenti, ketika di depanku muncul sesosok insan yang tidak asing di mata hatiku… ya “Dika” satu nama yang berhasil “membekukan aku” satu nama yang nyaris mengakhiri duniaku!
”Maafkan aku…”tiba-tiba Dika memecah keheningan, ku abaikan ucapannya
“selamat Dika ya… sekarang kamu sudah berhasil menjadi orang sukses!” ucapku menyindir.
“Syela aku kembali ke kota ini bukan karena keberhasilan tapi karena kegagalan… aku gagal! Aku gagal melupakanmu! “maafkan aku…
” sudahlah Dika, jangan pernah bimbang, hidup adalah pilihan, ketika kita telah jatuhkan pilihan berarti kita harus menjalankanya, ucapku persis kata-kata yang dulu Dika ucapkan. Dika menatapku.
“kata-kata itu yang membuatmu menuntut balas…” sudahlah Syela… aku memang salah, tapi aku tidak terlambat menyadarinya.
Sejenak hiruk pikuk “funs resto” berubah menjadi sepi yang tak tertepikan. Aku tidak ingin bertengkar lagi. Kedamaian yang kunikmati akhir-akhir ini. Aku takut kehilangannya. Kembali Dika berucap memecah kesunyian. “pikirkan lagi Syela… aku ingin kau kembali, aku tunggu jawabanmu besok di funs resto ini”, sambil Dika beranjak meninggalkan aku yang terpaku dalam ketakmengertian.
Kegelisahan kembali tersingkap, jam kamar sudah menunjukan pukul 01.00 wib. Aku belum berhasil pejamkan mata. Akh… mengapa aku harus pikirkan ucapan Dika? Bukankah Dika hanya pecundang yang tak sanggup berjuang demi cintanya… sementara aku, mengapa aku memikirkannya…? Aku tidak mengharapkan Dika kembali… tidak! Akh… mengapa aku selalu mengingat Dika setiap aku bertemu pria lain? Satu-satunya pria sempurna yang pernah ku temui adalah Yudha, ya Yudha sahabat sejatiku, meski aku tak pernah bisa membencinya.
Kembali tentang Yudha. Yudha adalah pria tulus yang mengajariku tertawa di dalam kesedihan. Yudha tak pernah meminta balasan apapun dari setiap yang dia lakukan, yang dia harapkan adalah senyum dan keceriaan selalu di diriku… Yudha tak pernah katakan apa-apa tentang cinta, tetapi dari tatapan matanya yang sendu itu aku pahami… darinya aku mengerti, walau Yudha tak sehebat Dika tapi hatinya… aku belajar cinta darinya. Akhirnya akupun berhasil pejamkan mata. Setelahku putuskan satu hal terpenting dalam hidupku. “aku memilih hidup tanpa cinta Dika”. Ya itulah, entah pantas disebut apa, namun yang pasti tiada yang salah, biarlah hidup dan cintaku pada Dika hanya untuk masa lalu daripada harus bergelut dengan sejuta keraguan… maafkan Syela… bukan untuk Dika.

“Special for someone”
By: Mardawani